Kajian KOMUNIKASI dalam ORGANISASI
Sebelum membahas pengertian komunikasi
organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks
komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan organisasi. Komunikasi
berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang
berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan
makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi
kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan
lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita
mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia di dalam kehidupannya harus
berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau
masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa
sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan
sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu
terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan
hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara
kedua belah pihak harus ada two-way-communications
atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan
adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita
pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama
tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan.
Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan
masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat
memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam
suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun
organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi
tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung
dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi
dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya
“Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam
tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini
penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi yang
dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian dapat
tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam
melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga
komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi
dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang
meliputi cetak dan elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward
L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga)
model dalam komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model
ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang
diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat
monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model
yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik.
Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap
partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai
komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini
komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara
dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah
komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu
defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu
kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan
pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut
dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
- Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua
individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas,
seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
- Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi
baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep
komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat
memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu
komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek
organisasi. Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi
organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat
hubungannya saling bergabung satu sama lain (the
flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana
telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi
komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus
komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald
Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication,
mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi
tersebut sebagai berikut:
1. Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada
tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus
komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi
kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari
pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian
informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk
bekerja lebih baik.
2. Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika
bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus
komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a) Penyampaian
informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian
informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian
keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi
ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan
yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki koordinasi tugas
b) Upaya pemecahan masalah
c) Saling berbagi informasi
d) Upaya pemecahan konflik
e) Membina hubungan
melalui kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
- Perspektif
Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili
perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols)
untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek
atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari
satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau
lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat,
receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender,
oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
- Perspektif
Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang
komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha
mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver.
Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance
menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui
lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai
stimuli untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi
yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara
sender dan receiver.
Setelah kita memahami
pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat
proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut
Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena
komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver).
Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan
yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki,
bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut merupakan
tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba
memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu model
berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source)
baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau
kelompok lain, sebagai berikut:
- Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah
ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat
informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan
bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
- Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah
encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud
kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk
menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang
lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber
mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan
ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau
gambar-gambar.
- Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah
penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber
menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis,
menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah
ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat
untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan
telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap
materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi
kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP
(overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga
pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
- Langkah keempat, perhatian dialihkan
kepada penerima pesan. Jika pesan itu
bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik,
karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang.
Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran
interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman
(understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya
terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan
menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan
respons terhadap pesan tersebut.
- Proses terakhir dalam proses
komunikasi adalah feedback atau umpan balik
yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah
disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari
penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata
ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan
tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat
dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam
suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi
dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi
dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap
dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi
yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua
orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.
Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu
kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam
organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang
jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi
regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang
berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
- Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu
mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang
disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk
memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas
(position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan
sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk
menjalankan perintah banyak bergantung pada:
- Keabsahan
pimpinan dalam penyampaikan perintah.
- Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
- Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin
sekaligus sebagai pribadi.
- Tingkat
kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
- Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif
pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan
kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh
untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam
mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak
pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi
perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan
akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering
memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap
organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat
dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi
formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter,
buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti
perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga
ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada
pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan
yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan
bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya komunikasi
(communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi
yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of
intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing
gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk
mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu
pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung
pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari
adalah sbb:
1. The
Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini,
ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan
mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang
menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak
yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan
perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap
pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian
untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan
perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut
digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah
tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru
berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi
pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan
yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan
agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain
apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini
sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang
bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan
orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
2. The Equalitarian
style
Aspek penting gaya
komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of
communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal
secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana
yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan
pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang
bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang
tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam
konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian
style ini akan memudahkan tindak
komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan
kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu
permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin
berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam
suatu organisasi.
3. The Structuring
style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan
pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang
harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.
Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk
mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan
organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi
tersebut.
Stogdill dan
Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University,
menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons
menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah
orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan
tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4. The Dynamic
style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki
kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa
lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication
ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para
wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang
agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja
dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya
komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5. The Relinguishing
style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan
untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan
untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk
memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan
dalam gaya
komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja
sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta
bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
6. The Withdrawal
style
Akibat yang
muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya
tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun
kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam
deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak
ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa
ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan
suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh
karena itu, gaya
ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum
yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of
communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring,
dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan
efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling
dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya
interaksi yang bermanfaat
Referensi :
A. Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
Nama : Muhammad Zaki Aulia
Kelas : 2KA04
NPM : 18111211
Tidak ada komentar:
Posting Komentar